Dari Luka Jadi Suara: Mahasiswa Bangkit di Tengah Birokrasi Kaku

Berita, Daerah613 Dilihat

JALURTENGAH.COM— Kampus Universitas Andi Djemma (UNANDA) kembali menjadi saksi gelombang suara mahasiswa yang menuntut perubahan. Di bawah terik matahari dan di tengah kaku serta bisunya birokrasi kampus, Aliansi Mahasiswa Peduli Kampus (AMUNISI) berdiri tegak, menyuarakan tujuh tuntutan mendasar.

Ini bukan soal sensasi, melainkan panggilan moral untuk menegakkan kembali marwah kampus sebagai ruang akademik yang sehat, transparan, dan adil.

>

Tujuh Tuntutan AMUNISI :

  1. Transparansi SPP/BPP dari tahun ke tahun.
  2. Evaluasi manajemen pembangunan dan pengadaan fasilitas.
  3. Transparansi penerima KIP Kuliah.
  4. Evaluasi independensi Satgas PPKS.
  5. Evaluasi sistem Sevima.
  6. Evaluasi kinerja dosen.
  7. Pengaktifan kembali Pers Mahasiswa “To Ciung”.

Tujuh tuntutan ini tidak lahir dari ruang hampa. Ia adalah akumulasi dari keresahan mahasiswa yang selama ini tertahan dan terabaikan. Mahasiswa menagih haknya:

Untuk tahu ke mana aliran dana SPP/BPP disalurkan. Mengapa pembangunan kampus berjalan stagnan. Siapa penerima KIP Kuliah dan bagaimana proses penentuannya.

Lebih jauh lagi, mahasiswa mempertanyakan independensi Satgas PPKS yang seharusnya melindungi korban, bukan sekadar menjadi alat formalitas belaka.

Sistem digital seperti Sevima, yang seharusnya memudahkan proses administrasi, justru menjadi sumber frustrasi: minim sosialisasi, buruknya layanan, dan lambatnya respons kampus terhadap keluhan mahasiswa. Kualitas pembelajaran pun dipertanyakan ketika kehadiran dan kinerja dosen dirasa mengecewakan.

Yang paling disorot adalah pembungkaman terhadap ruang kritik mahasiswa. Pers Mahasiswa “To Ciung”, yang dulunya menjadi kanal dialektika dan kontrol terhadap kebijakan kampus, justru diberangus. Padahal, di tengah krisis transparansi, keberadaan pers kampus adalah urat nadi demokrasi internal yang seharusnya dijaga, bukan dibungkam.

Puncak Kekecewaan: Kampus Disegel
Aksi pada 15 Juli 2025 mencapai puncaknya ketika jajaran birokrasi kampus tidak hadir menemui massa aksi. Sebagai bentuk kekecewaan, mahasiswa yang tergabung dalam AMUNISI menyegel kampus Universitas Andi Djemma.

“Ketika birokrasi kampus tidak mengindahkan tuntutan mahasiswa dan tidak menunjukkan itikad baik untuk berdialog, maka kami siap melakukan aksi besar-besaran dan menghentikan seluruh kegiatan perkuliahan,” tegas Alif Tangngelona Putra, selaku Jenderal Lapangan (Jenlap).

Kampus Bukan Milik Elit
Universitas Andi Djemma lahir sebagai lembaga pendidikan tinggi yang seharusnya membuka ruang partisipasi, menjamin transparansi, dan menerima kritik sebagai vitamin perubahan. Mahasiswa bukanlah pengganggu stabilitas, melainkan pemantik perbaikan.

Alif Tangngelona Putra kembali menegaskan,

“Aksi 15 Juli ini bukan akhir. Ini adalah permulaan dari kesadaran kolektif bahwa kampus bukan milik segelintir elit birokrasi, melainkan rumah bersama yang harus dibangun atas dasar keadilan, transparansi, dan keberanian untuk berubah.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed