Dari Hutan Lindung ke Lahan Dagang: Ketika Kertas Lebih Kuat dari Undang-Undang

Berita, Daerah25 Dilihat

JALURTENGAH.COM | LUWU – Skandal dugaan jual beli kawasan hutan lindung kembali mencuat di Kabupaten Luwu. Kali ini, praktik tersebut diduga melibatkan Kepala Desa Papakaju, Kecamatan Suli Barat.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, lahan berstatus hutan lindung di Dusun Buntu Makki, Desa Papakaju, diduga diperjualbelikan secara bebas oleh pemerintah desa setempat. Ironisnya, dokumen pengoperan hak tanah disebut-sebut ditandatangani langsung oleh Kepala Desa Papakaju.

Seorang warga berinisial SR, yang mengaku sebagai pembeli, mengungkapkan bahwa ia membeli tanah itu seharga Rp50 juta dari seorang bernama Mursidi. Lahan tersebut bahkan disebut sudah berpindah tangan hingga lima kali sebelum akhirnya dibeli SR.

“Saya beli Rp50 juta dari Mursidi. Tapi saat saya urus sertifikat ke notaris hingga ke Makassar, pihak Badan Pertanahan menyatakan lahan itu masuk dalam kawasan hutan lindung,” ujar SR, Selasa (2/9/2025).

Temuan ini memicu pertanyaan besar terkait peran aparat desa dalam dugaan praktik jual beli ilegal di kawasan yang semestinya dilindungi negara. Jika benar adanya, maka tindakan tersebut bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam kelestarian lingkungan.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Desa Papakaju, Tahir Hakim, membantah tudingan bahwa dirinya terlibat. Ia menyebut transaksi yang terjadi hanyalah pengoperan kebun antarmasyarakat, bukan jual beli hutan lindung.

“Itu bukan transaksi jual beli tanah, tapi pengoperan kebun dengan ganti rugi. Kebun itu sudah dikerjakan masyarakat dan ditanami berbagai tanaman. Kalau kebetulan masuk kawasan hutan, pihak kehutanan juga pernah menyampaikan bahwa masyarakat masih boleh mengelolanya,” jelas Tahir.

Ia menambahkan, cap dan tanda tangannya dalam dokumen hanya sebatas sebagai pihak yang mengetahui, bukan pelaku transaksi.

Sementara itu, Kepala KPH Latimojong, Hasrul, saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya akan menelusuri lebih lanjut dugaan tersebut.

“Nanti kami cari tahu juga info ini. Kawasan hutan memang bisa dikelola masyarakat, tapi harus ada izin dari pemerintah pusat dengan berbagai persyaratan yang wajib dipenuhi, termasuk tidak boleh dipindahtangankan dan diperjualbelikan,” tegas Hasrul, Kamis, 4 September 2025.

Hasrul juga menyampaikan jika di Desa Papakaju itu tidak ada izin pengelolaan hutan oleh masyarakat.

Kasus ini kini menjadi sorotan, mengingat praktik serupa kerap terjadi di berbagai daerah dan berpotensi merugikan negara sekaligus mempercepat kerusakan hutan lindung yang seharusnya dijaga.